Islam Menentang KKN


Rasulullah saw. pernah murka pada seorang petugas zakat suku Azad yang menerima hadiah. Beliau saw. naik ke atas mimbar dan berkhutbah, “ Demi Zat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya tidaklah aku menugaskan seseorang atas suatu pekerjaan yang dipercayakan Allah kepadaku, kemudian ia berlaku curang, maka pada Hari Kiamat ia akan datang dengan memikul unta yang mulutnya tak henti-hentinya meneteskan busa, atau sapi yang terus-terusan mengauk atau kambing yang tak berhenti mengeluarkan kotoran.�
Kisah yang diriwayatkan Imam Muslim di atas menjadi bukti hukum dan sejarah bahwa Islam telah menempatkan KKN dan para pelakunya sebagai musuh. Permusuhan terhadap KKN juga diteruskan oleh para khalifah sesudah beliau. Khalifah Umar bin Khaththab ra. misalkan pernah menyita unta milik putranya sendiri Abdullah bin Umar ra. setelah mengetahui bahwa unta itu digembalakan di padang gembalaan yang merupakan fasilitas umum. Hasil penjualannya kemudian dibagi dua; separuh untuk putranya, separuh untuk baytul mal. Beliau juga selalu melakukan audit terhadap harta orang-orang yang ia angkat sebagai pejabat; sebelum dan sesudah menjadi pejabat. Jika ia melihat kelebihan, maka ia tidak segan-segan menyitanya dan disimpan di baytul mal.
Hal itu bahkan berlaku bagi kibarush shahabat seperti Abu Hurairah ra. Ketika ia menjadi wali ia juga mengumpulkan harta dari cara yang halal. Amirul mukminin Umar bin Khaththab mengetahui hal ini. Maka ia memanggilnya ke Madinah dan mengambil sebagian harta milik Abu Hurairah untuk disimpan di baytul mal.
Untuk mencegah suap, korupsi dan berbagai tindak kolusi lainnya Rasulullah saw. melakukan sejumlah langkah-langkah;
• Memberikan upah dan fasilitas yang memadai bagi para pegawai negara. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang kami angkat sebagai pekerja dan ia belum memiliki rumah, hendaklah ia memiliki rumah, atau ia belum beristri hendaklah ia menikah, atau ia belum memiliki pelayan hendaklah ia mengambilnya, atau ia tidak punya kendaraan maka ambillah kendaraan..â€?(HR. Ahmad).
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz para pegawai kekhilafahan digaji sebesar 300 dinar (1,275 kg emas) setiap bulannya. Kebijakan ini diambil untuk mencegah terjadinya pengkhianatan para pejabat atas harta negara.
• Melakukan audit atas harta para pejabat negara sebelum dan setelah menjabat tugasnya. Bila kemudian terdapat kelebihan stelah mereka menjadi pejabat maka negara berhak menyita kelebihan harta tersebut seperti yang dilakukan Umar bin Khaththab. Selain akan dilakukan audit oleh negara terhadap kekayaan mereka, para pejabat negara pun harus memberikan penjelasan secara resmi mengenai jumlah kekayaan mereka dan asal perolehannya.
• Mengharamkan berbagai bentuk penerimaan harta di luar pendapatan resmi seperti korupsi, suap dan hadiah/komisi. Rasulullah saw. bersabda,â€?Siapa yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, kemudian kami berikan upah, maka yang ia ambil selain itu adalah kecurangan.â€?(HR. Abu Daud).
• Memberikan sanksi yang berat bagi para pelaku KKN. Selain menyita harta mereka dan mengumumkan nama-nama para pelakunya (tasyhir), maka ada sejumlah sanksi lain yang akan diberikan pada mereka. Menurut Syaikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab Nidzam Al â€?Uqubat pelaku korupsi diberi sanksi jilid dan penjara hingga 5 tahun.
Akan tetapi hal yang paling mendasar dari upaya pemberantasan KKN itu adalah menumbuhkan ketakwaan individu dan kolektif. Seorang pejabat yang bertakwa pastinya tidak akan melakukan tindak KKN yang merugikan negara dan masyarakat banyak, karena ia akan beriman akan adanya balasan siksa atas perbuatannya. Demikian pula masyarakat yang lekat dengan ketakwaan tidak akan membiarkan terjadinya praktik-praktik KKN di sekitar mereka. Untuk itu mau tidak mau negara harus berdiri di atas landasan akidah Islamiyyah. [Iwan Januar]?

Tinggalkan komentar